Patuh Hukum Islam
Bersumber dari quran dan hadis. Bangun generasi intelek muslim
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. QS. Al Baqarah {2}:23
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. QS. Al Baqarah {2}:23
Minggu, 12 Oktober 2014
Tujuh Amalan dan Kiat Sukses Seorang Muslim!
2014-10-12T10:22:00+07:00Firman Azka's BlogAmalan Utama|Motivasi|Pegangan|
Comments
Tujuh Amalan dan Kiat Sukses Seorang Muslim!
Kita sepakati dulu arti sukses menurut Islam. Yang pasti sukses adalah tercapainya tujuan. Tujuan kita apa? jika tercapai maka jadilah kita orang sukses. Maka sebagai agama yang menjadikan nilai-nilai nya termasuk dalam kehidupan sehari-hari umat Islam, tentulah Allah memberikan tips untuk hamba-Nya agar juga bisa sukses. Tentunya sukses dunia akhirat. sebagaimana doa yang selalu kita baca disetiap selesai solat.
1. Bersegera Melakukannya.
Benar, jangan tunda lagi. Waktu Anda adalah sekarang. Jika kemaren adalah masa yang tak dapat Anda ulangi, maka masa depan adalah sesuatu yang bukan menjadi jaminan kita. Maka waktu yang menjadi milik kita adalah sekarang. Sebagaimana firman Allah untuk bersegera meraih ampunan dan kesuksesan di akhirat.
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (Ali Imran (3): 133)
2. Jangan Tunda Pekerjaan.
Tugas dan amanah sebagai seorang yang diberikan oleh Allah akal dan hati tentulah amat besar dan banyak. Allah mengingatkan hamba-Nya untuk tidak menunda pekerjaan.
Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (Al Insyirah : 7).
3. Bersabar, Jangan Mudah Berputus Asa.
Sungguh mulia perkara seorang muslim, apabila ia ditimpa kesenangan maka itu merupakan rahmat Allah dan bila bersyukur Allah akan tambah nikmatnya. Bila ia ditimpa musibah dan bersabar maka Allah hapus dosa dan Allah berserta orang-orang yang sabar.
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf (12):87).
Dan yakinlah karena,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al Baqarah (2):286)
4. Bersedekah
Lah kok, mengapa harus sedekah? Tunggu dulu. Ada salah satu kunci dibukanya pintu rezeki dan kesuksesan kita melalui bersedekah. Dengan bersedekah kita telah melakukan tiga kebaikan sekaligus. Pertama menjalankan ajaran agama Islam, kedua berhubungan baik dengan sesama manusia, ketiga menunjukkan bahwa kita bukan orang yang kikir atau pelit. Luar biasa bukan?
5. Tawakal Dan Tetap Berbaik Sangka
Allah Maha dan lebih Tahu apa yang terbaik untuk kita. Oleh karenanya berbaik sangka kepada apa yang Allah tetapkan merupakan salah satu bentuk iman seorang hamba karena ia percaya bahwa Allah selalu ada untuk dirinya.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahu, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al Baqarah 2:216)
Setelah kita melakukan serangkaian diatas, maka selayaknya kita berserah diri kepada Allah. Menerima apapun keputusan Allah merupakan bentuk berbaik sangka kita kepada Allah.
6. Banyak Mengingat Allah, Mohon Ampun.
Dua hal ini adalah satu paket, tidak bisa dipisahkan. Mengingat Allah dan memohon ampun juga satu paket yang biasa kita temui dalam doa, khususnya solat. Karena dalam solat juga mengandung unsur keduanya. Memohon ampun alias beristighfar juga membuat rezeki lancar. Kok bisa? Nih dalilnya.
“Barang siapa yang memperbanyak istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar dari setiap kesusahan dan kesempitan, dan Allah juga akan mendatangkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Imam Ahmad)
7. Jauhi Perbuatan Dosa dan Maksiat
Nah ada lagi ini, apa hubungannya? Jelas ada! Perbuatan dosa dan maksiat senantiasa menuntun manusia menuju kegelapan hati. Karena setiap perbuatan dosa akan memberikan satu titik hitam yang menghalangi cahaya hidayah Allah kepada hati manusia. Jika kita jauh dari hidayah Allah, maka jauhlah penuntun kita menuju kesuksesan.
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
(HR. At Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad (2/297). At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dan juga dosa dapat membuat hati mengeras. Itulah kenapa Allah berfirman,
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan (Al-Baqarah(2): 74).
wallahu a'lam wa bish shawab.***
1. Bersegera Melakukannya.
Benar, jangan tunda lagi. Waktu Anda adalah sekarang. Jika kemaren adalah masa yang tak dapat Anda ulangi, maka masa depan adalah sesuatu yang bukan menjadi jaminan kita. Maka waktu yang menjadi milik kita adalah sekarang. Sebagaimana firman Allah untuk bersegera meraih ampunan dan kesuksesan di akhirat.
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (Ali Imran (3): 133)
2. Jangan Tunda Pekerjaan.
Tugas dan amanah sebagai seorang yang diberikan oleh Allah akal dan hati tentulah amat besar dan banyak. Allah mengingatkan hamba-Nya untuk tidak menunda pekerjaan.
Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (Al Insyirah : 7).
3. Bersabar, Jangan Mudah Berputus Asa.
Sungguh mulia perkara seorang muslim, apabila ia ditimpa kesenangan maka itu merupakan rahmat Allah dan bila bersyukur Allah akan tambah nikmatnya. Bila ia ditimpa musibah dan bersabar maka Allah hapus dosa dan Allah berserta orang-orang yang sabar.
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf (12):87).
Dan yakinlah karena,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al Baqarah (2):286)
4. Bersedekah
Lah kok, mengapa harus sedekah? Tunggu dulu. Ada salah satu kunci dibukanya pintu rezeki dan kesuksesan kita melalui bersedekah. Dengan bersedekah kita telah melakukan tiga kebaikan sekaligus. Pertama menjalankan ajaran agama Islam, kedua berhubungan baik dengan sesama manusia, ketiga menunjukkan bahwa kita bukan orang yang kikir atau pelit. Luar biasa bukan?
5. Tawakal Dan Tetap Berbaik Sangka
Allah Maha dan lebih Tahu apa yang terbaik untuk kita. Oleh karenanya berbaik sangka kepada apa yang Allah tetapkan merupakan salah satu bentuk iman seorang hamba karena ia percaya bahwa Allah selalu ada untuk dirinya.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahu, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al Baqarah 2:216)
Setelah kita melakukan serangkaian diatas, maka selayaknya kita berserah diri kepada Allah. Menerima apapun keputusan Allah merupakan bentuk berbaik sangka kita kepada Allah.
6. Banyak Mengingat Allah, Mohon Ampun.
Dua hal ini adalah satu paket, tidak bisa dipisahkan. Mengingat Allah dan memohon ampun juga satu paket yang biasa kita temui dalam doa, khususnya solat. Karena dalam solat juga mengandung unsur keduanya. Memohon ampun alias beristighfar juga membuat rezeki lancar. Kok bisa? Nih dalilnya.
“Barang siapa yang memperbanyak istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar dari setiap kesusahan dan kesempitan, dan Allah juga akan mendatangkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Imam Ahmad)
7. Jauhi Perbuatan Dosa dan Maksiat
Nah ada lagi ini, apa hubungannya? Jelas ada! Perbuatan dosa dan maksiat senantiasa menuntun manusia menuju kegelapan hati. Karena setiap perbuatan dosa akan memberikan satu titik hitam yang menghalangi cahaya hidayah Allah kepada hati manusia. Jika kita jauh dari hidayah Allah, maka jauhlah penuntun kita menuju kesuksesan.
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
(HR. At Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad (2/297). At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dan juga dosa dapat membuat hati mengeras. Itulah kenapa Allah berfirman,
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan (Al-Baqarah(2): 74).
wallahu a'lam wa bish shawab.***
Minggu, 24 Juni 2012
Soal HAM Barat dan Toleransi yang Tidak Adil
2012-06-24T20:57:00+07:00Firman Azka's BlogPolitik|
Comments
Soal HAM Barat dan Toleransi yang Tidak Adil
Meskipun Islam tidak memberi klaim keselamatan terhadap pemeluk agama
lain, akan tetapi ajaran Islam tidak memperkenankan mengebiri dan
menyerang pemeluk agama lain. Islam menilai agama lain tidak benar,
namun bukan berarti klaim ini melegitimasi melakukan penyerangan tanpa
sebab. Peperangan dalam Islam didudukkan sebagai usaha prefentif
(tadafu’), tidak mendudukkannya sebagai konfik (shira’). Visi Islam
menjaga harmonitas dan koeksistensi antar kelompok, melalui usaha
preventif bukan konflik.
Dalam Islam, toleransi (samahah) merupakan ciri khas dari ajaran. Islam
menganjurkan umatnya untuk bersikap toleran, tolong-menolong, hidup yang
harmonis, dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama,
bahasa, dan ras mereka (QS. Al-Mumtahanah: 8-9).
Kontroversi HAM
Pada 10 Desember 1948 PBB mengesahkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM disusun sebagai usaha untuk mewujudkan dunia yang berkeadilan dan terbangunnya kerjasama yang berguna bagi manusia seluruh dunia tanpa memandang ras dan agama.
Tapi ternyata deklarasi DUHAM sejak awal menui kontroversi. Konsep HAM lebih kecenderung kepada humanisme. Padahal humanisme selalu dibenturkan dengan agama-agama. Penyusunan deklarasi juga masih diskriminatif. PBB tidak melibatkan Negara-negara Afrika Asia. Justru deklarasi disusun oleh sejumlah Negara Barat adidaya.
Beberapa utusan agamawan dari berbagai Negara sempat meminta butir-butir DUHAM agar direvisi. Dan syarat-syaratnya dibuat lebih adil dengan memasukkan konsep-konsep yang berdasarkan agama baik spiritual maupun tangngung jawab. Pertemuan-pertemuan dalam Project on Religion and Human Right di New York pada Juli 2003 dan peringatan ulang tahun 50 tahun DUHAM di McGill Montreal Kanada dimanfaatkan oleh Negara-negara Islam. Pertemuan itu menghasilkan Universal Deklaration of Human Right by the World Religions. Namun tetap saja, konsep HAM masih meminggirkan agama.
Tapi ternyata deklarasi DUHAM sejak awal menui kontroversi. Konsep HAM lebih kecenderung kepada humanisme. Padahal humanisme selalu dibenturkan dengan agama-agama. Penyusunan deklarasi juga masih diskriminatif. PBB tidak melibatkan Negara-negara Afrika Asia. Justru deklarasi disusun oleh sejumlah Negara Barat adidaya.
Beberapa utusan agamawan dari berbagai Negara sempat meminta butir-butir DUHAM agar direvisi. Dan syarat-syaratnya dibuat lebih adil dengan memasukkan konsep-konsep yang berdasarkan agama baik spiritual maupun tangngung jawab. Pertemuan-pertemuan dalam Project on Religion and Human Right di New York pada Juli 2003 dan peringatan ulang tahun 50 tahun DUHAM di McGill Montreal Kanada dimanfaatkan oleh Negara-negara Islam. Pertemuan itu menghasilkan Universal Deklaration of Human Right by the World Religions. Namun tetap saja, konsep HAM masih meminggirkan agama.
Tidak Ada Kompromi
Hak-hak agama Islam belum mendapatkan tempat. Perwakilan Islam mempersoalkan pasal 16 dan 18. Tentang hak melaksanakan ajaran agama dan perkawinan beda agama. Aspirasi umat Islam mentok. Ternyata ada pembatasan dan reduksi melaksankan ajaran secara penuh.
Memang karena dasarnya adalah humanisme sekular, maka tidak ada tempat bebas bagi agama, khususnya Islam. Hak-hak mematuhi dan melaksanakan ajaran agama Islam terbatas. Yang membatasi adalah sekularisme. Ideologi humanis-sekular menurut Dr. Anis Malik Thoha adalah salah satu wajah dari tren pluralisme. Ideologi ini bercirikan antroposentris, yaitu menganggap manusia sebagai hakikat sentral kosmos. Secara epistemologis, manusia itu sumber kebenaran, kebenaran Tuhan tidak bisa dijangkau.
Spirit humanisme adalah pengingkaaran terhadap kebenaran metafisik absolute. Ia adalah ideologi kuno yang menilai manusia sebagai satu-satunya pengatur nilai. Cikal bakalnya dapat dilacak pada abad ke-5 SM. Dipopularkan oleh filosof Protagoras. Protagoras, yang juga tokoh Sophis Yunani mengatakan manusia adalah satu-satunya standar bagi segala sesuatu, bukan doktrin agama.
Karena itu idologi ini tidak pernah sukses berkompromi dengan agama. Maka tidak heran, jika sering kita temui diskriminasi Barat sekular terhadap Islam. Karena sejatinya, tidak tempat keadilan untuk agama, khususunya Islam.
Anehnya, yang dituduh intoleran oleh PBB justru muslim Indonesia. Seperti baru-baru ini ada laporan dari Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, 23 Mei 2012, yang menulis bahwa Indonesia Negara muslim yang tidak toleran. Di sinilah letak tidak adilnya. Di Swiss menara dilarang. Adzan dilarang dikeraskan. Tapi Negara ini tidak pernah disebut Negara toleran. Justru di Indonesia, agama-agama non-Islam bebas hidup. Di Negara Barat tidak ada hari besar agama kaum minoritas menjadi hari libur nasional. Tapi di Indonesia hal itu tidak pernah diributkan. Gereja-gerja dan Vihara bebas, tidak diganggu. Siswa-siswa non-muslim masih bisa belajar agamanya di sekolah-sekolah negeri. Di Eropa belum ditemukan setoleran itu. Tapi kenapa tidak dipersoalkan? Jelas karena Eropa sekular, sedangkan Indonesia religius.
Hak-hak agama Islam belum mendapatkan tempat. Perwakilan Islam mempersoalkan pasal 16 dan 18. Tentang hak melaksanakan ajaran agama dan perkawinan beda agama. Aspirasi umat Islam mentok. Ternyata ada pembatasan dan reduksi melaksankan ajaran secara penuh.
Memang karena dasarnya adalah humanisme sekular, maka tidak ada tempat bebas bagi agama, khususnya Islam. Hak-hak mematuhi dan melaksanakan ajaran agama Islam terbatas. Yang membatasi adalah sekularisme. Ideologi humanis-sekular menurut Dr. Anis Malik Thoha adalah salah satu wajah dari tren pluralisme. Ideologi ini bercirikan antroposentris, yaitu menganggap manusia sebagai hakikat sentral kosmos. Secara epistemologis, manusia itu sumber kebenaran, kebenaran Tuhan tidak bisa dijangkau.
Spirit humanisme adalah pengingkaaran terhadap kebenaran metafisik absolute. Ia adalah ideologi kuno yang menilai manusia sebagai satu-satunya pengatur nilai. Cikal bakalnya dapat dilacak pada abad ke-5 SM. Dipopularkan oleh filosof Protagoras. Protagoras, yang juga tokoh Sophis Yunani mengatakan manusia adalah satu-satunya standar bagi segala sesuatu, bukan doktrin agama.
Karena itu idologi ini tidak pernah sukses berkompromi dengan agama. Maka tidak heran, jika sering kita temui diskriminasi Barat sekular terhadap Islam. Karena sejatinya, tidak tempat keadilan untuk agama, khususunya Islam.
Anehnya, yang dituduh intoleran oleh PBB justru muslim Indonesia. Seperti baru-baru ini ada laporan dari Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, 23 Mei 2012, yang menulis bahwa Indonesia Negara muslim yang tidak toleran. Di sinilah letak tidak adilnya. Di Swiss menara dilarang. Adzan dilarang dikeraskan. Tapi Negara ini tidak pernah disebut Negara toleran. Justru di Indonesia, agama-agama non-Islam bebas hidup. Di Negara Barat tidak ada hari besar agama kaum minoritas menjadi hari libur nasional. Tapi di Indonesia hal itu tidak pernah diributkan. Gereja-gerja dan Vihara bebas, tidak diganggu. Siswa-siswa non-muslim masih bisa belajar agamanya di sekolah-sekolah negeri. Di Eropa belum ditemukan setoleran itu. Tapi kenapa tidak dipersoalkan? Jelas karena Eropa sekular, sedangkan Indonesia religius.
Catatan-catan intoleransi Barat, sudah banyak ditulis, tapi tidak pernah diproses hukum. pernah ditulis Washington Post pada 25 November 2006, seorang anggota Perlemen Inggris, Jack Straw, dengan arogan meminta kaum muslimah melepas cadarnya ketika masuk ke kantornya. Islam dan muslim masih dipandang rendah dan kelas bawah yang perlu dicurigai. Beberapa waktu lalu Syekh Yusuf Qardhawi dicekal dilarang masuk Negara Prancis.
Fakta-fakta ini sesungguhnya menunjukkan peradaban Barat belum mampu belajar toleransi bergama. Faktornya adalah sekularisme — yang menjadi ideologi Barat — tidak mengajarkan toleransi terhadap agama-agama. Sekularisme dan liberalisme meminggirkan agama dan menindas doktrin-doktrin sentral agama.
Maka, yang harus belajar toleransi itu adalah Barat secular kepada Islam. Bukan kaum muslimin yang belajar toleransi kepada mereka.
Kebenaran Toleransi
Oleh sebab itu, klaim kebenaran sebenarnya tidak menghalangi pemeluk agama lain untuk menentapkan perkara mereka sesuai dengan apa yang terdapat dalam kitab suci mereka. Hal ini berbeda dengan ideologi sekularisme. Sekularisme membatasi hak-hak beragama di ruangan publik. Sedangkan Islam memberi izin.
Toleransi Islam seperti itu telah lama dipraktikkan oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Kemudian diteruskan oleh para khalifah di Baghdad dan Andalusia. Bernard Lewis mengakui toleransi Islam. Dalam The Jews of Islam ia mengatakan, bahwa orang-orang Yahudi merasa aman hidup di bawah naungan orang Islam selama berabad-abad. Mereka tidak ditindas atau dirampas hak-haknya, bahkan mendapat kesempatan untuk bersekolah di lembaga-lembaga kajian. Kaum Yahudi hanya dikecam karena kekufurannya, namun mereka tetap mendapatkan hak-hak hidupnya.
Dalam sistem Islam ada konsep kafir dzimmi.Allah tidak melarang berbuat baik kepada kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari peperangan dan tidak membantu orang kafir lainnya dalam memerangi umat Islam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak melarang bersikap adil dalam bermuamalah dengan mereka. Kafir dzimmi itu dilindungi karena taat pada kepemimpinan Islam dan tidak menyebarkan kesesatan kepada umat Islam. Bahkan umat Islam dilarang mendzalimi ahl al-dzimmi ini.
Oleh sebab itu, klaim kebenaran sebenarnya tidak menghalangi pemeluk agama lain untuk menentapkan perkara mereka sesuai dengan apa yang terdapat dalam kitab suci mereka. Hal ini berbeda dengan ideologi sekularisme. Sekularisme membatasi hak-hak beragama di ruangan publik. Sedangkan Islam memberi izin.
Toleransi Islam seperti itu telah lama dipraktikkan oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Kemudian diteruskan oleh para khalifah di Baghdad dan Andalusia. Bernard Lewis mengakui toleransi Islam. Dalam The Jews of Islam ia mengatakan, bahwa orang-orang Yahudi merasa aman hidup di bawah naungan orang Islam selama berabad-abad. Mereka tidak ditindas atau dirampas hak-haknya, bahkan mendapat kesempatan untuk bersekolah di lembaga-lembaga kajian. Kaum Yahudi hanya dikecam karena kekufurannya, namun mereka tetap mendapatkan hak-hak hidupnya.
Dalam sistem Islam ada konsep kafir dzimmi.Allah tidak melarang berbuat baik kepada kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari peperangan dan tidak membantu orang kafir lainnya dalam memerangi umat Islam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak melarang bersikap adil dalam bermuamalah dengan mereka. Kafir dzimmi itu dilindungi karena taat pada kepemimpinan Islam dan tidak menyebarkan kesesatan kepada umat Islam. Bahkan umat Islam dilarang mendzalimi ahl al-dzimmi ini.
Maka, jika ingin adil, Barat mestinya yang perlu belajar kepada Islam. Sementara kaum muslimin perlu mendalami sejarahnya secara benar – dimana toleransi itu begitu agung diamalkan tanpa ada diskriminasi. Kaum muslim tidak perlu minder dengan tawaran konsep-konsep HAM sekular. Karena sejatinya konsep Islam telah sempurna.
wallahu a'lam bish shawab. ***
Jumat, 25 Mei 2012
Garis Pemimpin Dai Sebagai Dakwah Islam
2012-05-25T09:51:00+07:00Firman Azka's Blog
Comments
Garis Pemimpin Dai Sebagai Dakwah Islam
Tidak seperti petarung, yang kemampuannya bisa dilatih sepuluh tahun. Tidak juga penulis dan pelukis, atau dokter dan desainer. Kepemimpinan dibangun atas formula yang rumit. Karena ia berarti mengelola manusia yang berkeinginan, manusia yang berobsesi luhur, atau manusia yang tidak sudi diatur. Kepemimpinan menyalurkan potensi dan mengarahkannya ke tujuan. Terlebih kepemimpinan yang ini, bukanlah pemimpin se-kampung dan se-kota, atau se-jazirah Arab, tapi pemimpin umat manusia di zamannya, hingga akhir dunia. Mengantar manusia dari pekatnya malam ke gerbang pagi menuju benderang siang. Dan itu butuh persiapan mental, pikiran dan fisik yang sempurna.
Persiapan itu bukan dimulai di usia dewasa atau remaja, tapi sejak lahir, bahkan sebelum lahirnya. Tahun kelahiran Muhammad adalah ‘âmul fîl, tahun kesyukuran Arab Mekah yang selamat dari ancaman invasi pasukan Gajah. Ia lahir senin, 12 rabîul awwal.
Saat Abrahah menyerbu Mekah dengan enam puluh ribu pasukannya, ia meminta tim intelijennya untuk meneliti tokoh yang paling berpengaruh di Mekah. Dan ia adalah Abdul Muthallib, kakek Muhammad. Saat Abdul Muthallib menghadapi Abrahah yang agung di atas gajah terbesarnya, Abrahah gamang. Yang dihadapinya ternyata tidak hanya disegani Quraisy, tapi diseganinya juga. Ia yang biasanya percaya diri sekarang bingung, ia yang biasanya sombong sekarang tidak bisa tidak untuk menghormatinya. Tapi tidak mungkin mendudukkannya di atas gajah juga. Akhirnya ia sendiri yang turun dari gajahnya, wibawa raja luntur, ditelan kharisma lelaki di depannya.
Abdullah anak lelakinya pun paling terhormat di sana yang kemudian menikah dengan wanita paling terjaga kesuciannya, Aminah. Setiap detik kehidupan Muhammad Sang Da’i penuh perencanaan Allah. Sempurna, agar umat setelahnya bisa mengkaji kesempurnaan alur pertumbuhan Muhammad bayi menuju dewasanya. ‘‘Allah memilih Kinânah di antara keturunan Ismâ’îl, dan memilih Quraisy dari Kinânah, dan memilih dari Quraisy itu bani Hâsyim, dan memilihku dari banî Hâsyim’’ kata Rasulullah suatu hari.
Garis keturunan ini penting, karena manusia pada fitrahnya menghormati silsilah yang terhormat. Di manapun itu, terlebih di Amerika Serikat saat ini. Mereka mencengkeram keyakinan blue blood atau darah biru. Merekalah yang dianggap lapisan paling luhur dari masyarakat, yaitu WASP [White, Anglo, Saxon, Protestant]. Mereka haruslah berkulit putih, berasal dari Inggris golongan Saxon, dan bermazhab Kristen Protestan.
Garis keluhuran nasab pada dasarnya tidak menjadi ruang pertanggungjawaban muslim dalam Islam, karena ia bukan usaha manusia, tapi pilihan Allah. Namun manusia memang lebih menghormati jika seorang pemimpin mempunyai keluhuran nasab. Dan Muhammad, disiapkan untuk menjadi pemimpin para pemimpin, sehingga nasabnya bukan sekadar bersih, tapi garis luhur para pemimpin di kaumnya.
Poin yang menjadi kaidah dakwah bahwa pencetakan generasi masa depan, generasi pemimpin bukanlah dimulai dari pendidikan anak, tapi dari keagungan orang tua, bahkan dari kesucian masa muda mereka. Mungkin generasi baru itu tumbuh dan memukau tetapi dalam beberapa kondisi rusaknya reputasi keluarga bisa menjadi fitnah besar dalam kehidupan dakwah seorang dai kecuali jika ia sudah maksimal dalam usaha perbaikan itu.
Mental kepemimpinan Muhammad bahkan dibangun saat ia dalam gendongan kakeknya. Dalam rapat-rapat resmi tetua kaum, dalam momen-momen diplomasi politik. Saat beberapa pembesar Quraisy memprotes kebiasaan Abdul Muthallib membaca Muhammad kecil ke forum-forum resmi, dengan ringan ia beralasan “biarkan anakku ini, karena demi Allah, ia akan memikul urusan besar’’.
Pengalaman-pengalaman rutin ini membangun mental kepemimpinan seorang da’i. Ia melihat momen-momen para pembesar kaum itu berbicara dan berdebat, berdiplomasi dan bersiasat, menerima tamu dan merencanakan perang, berbisnis bahkan bertarung. Pengalaman-pengalaman itu hidup dalam darah dan daging, bukan sekadar visual seperti membaca, atau auditorial dalam mendengar cerita. Muhammad muda memahami sejak kecil bahwa ada urusan besar dalam hidup manusia, sehingga otaknya tidak disibukkan dengan bermain.
Akumulasi ini yang membangun mental kepemimpinan. Ia bukan pelajaran yang dihafal tapi motivasi yang terus ditiupkan dan disimulasikan dalam pengalaman harian. Seperti saat Mu’awiyyah kecil didoakan seseorang untuk menjadi pemimpin Quraisy, ibunya marah membentak ‘‘celakalah kamu, dia tidak dilahirkan untuk memimpin Arab, tapi dunia’’. Atau seperti Muhammad al-Fâtih kecil yang selalu dibacakan hadits Rasulullah ‘‘Kota Konstantinopel akan dibebaskan, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang membebaskannya…’’. Dan tiba-tiba saja ide-ide di ruang pikiran itu mengejawantah di medan kenyataan di masa dewasa mereka. Daulah Umawiyyah yang didirikan Mu’awiyyah dan Daulah Ustmâniyyah yang akhirnya beribu kota Konstantinopel di zaman Muhammad al-Fâtih wilayahnya mencakup tiga benua dan menjadi imperium terkuat di zaman mereka.
Hal ini mengajari kita bahwa di balik para pemimpin besar, ada obsesi luhur yang membara sejak mereka kecil. Obsesi yang tidak rela dengan kondisi zamannya yang hina, obsesi yang ingin mengembalikan kemanusiaan manusia. Dan sejak kecil hingga remaja Muhammad merasakannya. Hanya saat itu ia belum tahu harus memulai dari mana. Dan terlebih ia tidak tahu, bahwa ada rencana Allah yang menanti untuk mendidiknya menjadi pemimpin umat.
Persiapan itu bukan dimulai di usia dewasa atau remaja, tapi sejak lahir, bahkan sebelum lahirnya. Tahun kelahiran Muhammad adalah ‘âmul fîl, tahun kesyukuran Arab Mekah yang selamat dari ancaman invasi pasukan Gajah. Ia lahir senin, 12 rabîul awwal.
Saat Abrahah menyerbu Mekah dengan enam puluh ribu pasukannya, ia meminta tim intelijennya untuk meneliti tokoh yang paling berpengaruh di Mekah. Dan ia adalah Abdul Muthallib, kakek Muhammad. Saat Abdul Muthallib menghadapi Abrahah yang agung di atas gajah terbesarnya, Abrahah gamang. Yang dihadapinya ternyata tidak hanya disegani Quraisy, tapi diseganinya juga. Ia yang biasanya percaya diri sekarang bingung, ia yang biasanya sombong sekarang tidak bisa tidak untuk menghormatinya. Tapi tidak mungkin mendudukkannya di atas gajah juga. Akhirnya ia sendiri yang turun dari gajahnya, wibawa raja luntur, ditelan kharisma lelaki di depannya.
Abdullah anak lelakinya pun paling terhormat di sana yang kemudian menikah dengan wanita paling terjaga kesuciannya, Aminah. Setiap detik kehidupan Muhammad Sang Da’i penuh perencanaan Allah. Sempurna, agar umat setelahnya bisa mengkaji kesempurnaan alur pertumbuhan Muhammad bayi menuju dewasanya. ‘‘Allah memilih Kinânah di antara keturunan Ismâ’îl, dan memilih Quraisy dari Kinânah, dan memilih dari Quraisy itu bani Hâsyim, dan memilihku dari banî Hâsyim’’ kata Rasulullah suatu hari.
Garis keturunan ini penting, karena manusia pada fitrahnya menghormati silsilah yang terhormat. Di manapun itu, terlebih di Amerika Serikat saat ini. Mereka mencengkeram keyakinan blue blood atau darah biru. Merekalah yang dianggap lapisan paling luhur dari masyarakat, yaitu WASP [White, Anglo, Saxon, Protestant]. Mereka haruslah berkulit putih, berasal dari Inggris golongan Saxon, dan bermazhab Kristen Protestan.
Garis keluhuran nasab pada dasarnya tidak menjadi ruang pertanggungjawaban muslim dalam Islam, karena ia bukan usaha manusia, tapi pilihan Allah. Namun manusia memang lebih menghormati jika seorang pemimpin mempunyai keluhuran nasab. Dan Muhammad, disiapkan untuk menjadi pemimpin para pemimpin, sehingga nasabnya bukan sekadar bersih, tapi garis luhur para pemimpin di kaumnya.
Poin yang menjadi kaidah dakwah bahwa pencetakan generasi masa depan, generasi pemimpin bukanlah dimulai dari pendidikan anak, tapi dari keagungan orang tua, bahkan dari kesucian masa muda mereka. Mungkin generasi baru itu tumbuh dan memukau tetapi dalam beberapa kondisi rusaknya reputasi keluarga bisa menjadi fitnah besar dalam kehidupan dakwah seorang dai kecuali jika ia sudah maksimal dalam usaha perbaikan itu.
Mental kepemimpinan Muhammad bahkan dibangun saat ia dalam gendongan kakeknya. Dalam rapat-rapat resmi tetua kaum, dalam momen-momen diplomasi politik. Saat beberapa pembesar Quraisy memprotes kebiasaan Abdul Muthallib membaca Muhammad kecil ke forum-forum resmi, dengan ringan ia beralasan “biarkan anakku ini, karena demi Allah, ia akan memikul urusan besar’’.
Pengalaman-pengalaman rutin ini membangun mental kepemimpinan seorang da’i. Ia melihat momen-momen para pembesar kaum itu berbicara dan berdebat, berdiplomasi dan bersiasat, menerima tamu dan merencanakan perang, berbisnis bahkan bertarung. Pengalaman-pengalaman itu hidup dalam darah dan daging, bukan sekadar visual seperti membaca, atau auditorial dalam mendengar cerita. Muhammad muda memahami sejak kecil bahwa ada urusan besar dalam hidup manusia, sehingga otaknya tidak disibukkan dengan bermain.
Akumulasi ini yang membangun mental kepemimpinan. Ia bukan pelajaran yang dihafal tapi motivasi yang terus ditiupkan dan disimulasikan dalam pengalaman harian. Seperti saat Mu’awiyyah kecil didoakan seseorang untuk menjadi pemimpin Quraisy, ibunya marah membentak ‘‘celakalah kamu, dia tidak dilahirkan untuk memimpin Arab, tapi dunia’’. Atau seperti Muhammad al-Fâtih kecil yang selalu dibacakan hadits Rasulullah ‘‘Kota Konstantinopel akan dibebaskan, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang membebaskannya…’’. Dan tiba-tiba saja ide-ide di ruang pikiran itu mengejawantah di medan kenyataan di masa dewasa mereka. Daulah Umawiyyah yang didirikan Mu’awiyyah dan Daulah Ustmâniyyah yang akhirnya beribu kota Konstantinopel di zaman Muhammad al-Fâtih wilayahnya mencakup tiga benua dan menjadi imperium terkuat di zaman mereka.
Hal ini mengajari kita bahwa di balik para pemimpin besar, ada obsesi luhur yang membara sejak mereka kecil. Obsesi yang tidak rela dengan kondisi zamannya yang hina, obsesi yang ingin mengembalikan kemanusiaan manusia. Dan sejak kecil hingga remaja Muhammad merasakannya. Hanya saat itu ia belum tahu harus memulai dari mana. Dan terlebih ia tidak tahu, bahwa ada rencana Allah yang menanti untuk mendidiknya menjadi pemimpin umat.
Wallahu a'lam bish shawab.
Langganan:
Postingan (Atom)