Senin, 15 Februari 2010
Hukum Pengkafiran
2010-02-15T16:13:00+07:00Firman Azka's BlogSampaikanlah|
Comments
Hukum Pengkafiran
Takfir yaitu memfonis atau mensifati seseorang dengan kekafiran, atau mensifatinya dengan hukum kafir; baik dengan alasan yang benar ataupun tidak. Pengkafiran adalah hukum syari’at milik Alloh dan Rosul-Nya semata, sebagaimana penghalalan dan pengharaman, mewajibkan dan melarang, semuanya itu adalah hak Alloh dan Rosul-Nya.
Jika kita telah mengetahui bahwa pengkafiran itu adalah hak Alloh dan Rosul-Nya, maka kita tidak boleh mengkafirkan seorangpun kecuali yang telah dikatakan kafir oleh Al-Qur’an dan Hadits dengan keterangan yang jelas. Tidak cukup hanya sekedar prasangka belaka, karena hal ini akibatnya sangat fatal/tragis dan berbahaya. Tergesa-gesa dalam pengkafiran mengakibatkan berbagai dampak negatif yang sangat berbahaya, seperti penghalalan darah dan harta, menghalangi warisan, mengharuskan perceraian, dan lain sebagainya, maka bagaimana mungkin dibenarkan untuk seorang muslim megkafirkan saudaranya hanya dengan bukti samar-samar atau prasangka belaka?
Pemikiran Keji
(Takfir/pengkafiran) ini banyak sekali dampak negatifnya, seperti: penghalalalan darah, harta dan kehormatan seorang muslim, perusakan fasilitas umum, peledakan rumah-rumah penduduk dan sarana transportasi. Perbuatan ini dan semisalnya telah diharamkan oleh syari’at dan ijma’ kaum muslimin, karena hal tersebut merobek-robek kehormatan jiwa yang terpelihara dan merampas harta tanpa alasan yang benar, mengguncang stabilitas keamanan dan ketentraman masyarakat di negeri dan tempat tinggal mereka. Padahal Islam menjaga harta, kehormatan dan jiwa kaum muslimin serta melarang untuk dilanggar dan dilecehkan.
Alloh Subhanahu wa Ta`ala telah mengancam orang-orang yang membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan ancaman yang pedih. Alloh berfirman QS. An Nisa {4}:93
“Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahanam, dia kekal didalamnya, Alloh murka padanya, dan Alloh akan melaknatnya dan baginya adzab yang sangat berat”
Alloh juga berfirman berkenaan dengan orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan dari kaum muslimin lalu dibunuh karena tidak sengaja. QS An Nisa {4}:92
“Dan jika (dia yang terbunuh) dari kaum kafir yang ada perjanjian damai antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat/denda yang diserahkan kepada keluarga (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin”
Kemudian Rosulullah Saw bersabda
"Jika orang kafir yang memiliki jaminan keamanan[1] dibunuh dengan tidak sengaja ada denda dan kaffarohnya (tebusan), maka bagaimana jika dia dibunuh dengan sengaja? Maka hal itu lebih parah dan besar dosanya. Nabi Shollallohu `alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh orang kafir mu’ahad (ada perjanjian damai dengan kaum muslimin) maka dia tidak tidak akan mencium bau surga”
[HR Bukhori no. 3166]
Sesungguhnya majelis (ulama) menjelaskan dan memperingatkan umat dari pengkafiran tanpa dasar dari Al-Qur’an dan Sunnah serta akibat buruk yang ditimbulkannya, karena hal tersebut banyak menimbulkan kejahatan dan dosa besar. Adapun yang terjadi di beberapa negara berupa penumpahan darah jiwa yang tidak bersalah, peledakan rumah-rumah dan sarana transportasi serta fasilitas umum, maka ini adalah suatu perbuatan keji, Islam berlepas diri darinya, begitu pula setiap muslim yang beriman kepada Alloh dan hari akhir berlepas diri darinya. Itu semua adalah buah dari pengkafiran secara sembrono.
Abu Hamid Al-Ghozali berkata : “Yang paling penting untuk diwaspadai adalah masalah pengkafiran, karena menumpahkan darah serta merampas harta seorang muslim adalah suatu kesalahan besar. Kesalahan dalam membiarkan seribu orang kafir hidup lebih ringan daripada kesalahan dalam menumpahkan darah seorang muslim”.
Ibnu Nashir Ad-Dimasyq berkata, “Melaknat seorang muslim itu haram, lebih parah dari itu adalah menuduhnya kafir dan keluar dari Islam”.
Al-Ala bin Ziyad seorang tabi’in berkata, “Kamu menuduh kafir orang muslim atau kamu membunuhnya itu sama saja”
Khowarij adalah sekte/aliran yang muncul diketahui saat terbunuhnya 'Ali ibn Abi Thalib rodhiyallohu 'anhu yang berkenaan dengan masalah kepemimpinan/kekuasaan. Mereka membuat metode sendiri yang menyelisihi (menurut mereka sendiri) Ustman dan Ali rodiyallohu `anhuma dan tidak mempedulikan kepemimpinan Imam (Khulafaur Rosyidin) bahkan berupaya menggulingkan mereka, jika dia dianggap melanggar Sunnah.
Juga, mereka akan mengkafirkan (mencap seseorang murtad/kafir) jika seseorang yang berbuat dosa besar, dan mengklaim mereka yang berdosa besar berada selamanya di Neraka.
Ash-Syahrostani mendefinisikan mereka (Khowarij) sebagai berikut, “Setiap orang yang keluar/meninggalkan, melawan, (berupaya menggulingkan) kepemimpinan yang syah/diangkat, maka dia keluar dari Jamaah, telah disepakati mereka disebut sebagai Khoriji (orang yang berpaham khowarij). “
Sebut saja Imam Samudra (bersama rekan-rekannya, dia murid Abu Bakar Ba'asyir), salah seorang pelaku peledakan bom jahat Bali yang mengguncang
Dengan ulahnya itu, isu terorisme pun kian santer. Lewat buku yang ditulisnya yang berjudul Aku Melawan Teroris [Buku itu lebih pas kalau diberi judul Aku adalah Teroris], tentu saja dengan poster sang jagoan yang tengah mengacungkan jari telunjuknya. Sebab tindakan-tindakan dan pemikirannya jauh dari syariat Islam.
Asy-Syaikh Ibnu Baz rohimahulloh mengatakan, “Orang-orang yang membunuh dan melukai manusia dengan cara yang tidak syar’i, mereka adalah irhabiyyun (teroris). Mereka adalah para perusak, mereka adalah orang-orang yang membuat kacau keamanan manusia dan menciptakan problem dengan negaranya.”[2]
Diantara perkataan Imam Samudra “Jadi bom
Wallahu a'lam bish shawab.***